Badan Pendidikan dan Pelatihan (Badiklat) Kejaksaan Agung (Kejagung) di tahun 2021 ini akan mengembangkan perangkat virtual reality (VR) dalam proses belajar dan mengajar Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ). Alat ini akan digunakan dalam dalam proses pembelajaran praktik sidang atau simulasi sidang pengadilan.
Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan pada simulasi itu, awalnya Kepala Badiklat Kejaksaan Tony Spontana bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim duduk di deretan kursi hakim dengan kedua mata tertutup ‘kacamata’ yang biasanya digunakan untuk main game online. Masing-masing tangannya memegang perangkat berwarna gelap yang terhubung dengan ‘kacamata’ melalui seutas kabel.
“Sidang dalam perkara perbuatan tidak menyenangkan saya buka dan dibuka untuk umum,” ujar Tony Spontana seperti disampaikan Leonard, dalam keterangannya, Senin (1/2/2021).
Saat membuka persidangan, tangan kanan Tony Spontana bergerak naik turun sebanyak tiga kali yang diiringi bunyi meja diketuk, “tok, tok, tok”.
Meskipun terdengar bunyi meja diketuk, namun Tony Spontana sebenarnya tidak memegang palu dan tidak ada meja yang dipukul.
Di dalam ruangan tersebut, terdapat layar yang menampilkan gambar ruang sidang pengadilan lengkap dengan atribut-atributnya seperti bendera merah putih dan bendera pengadilan. Sementara di sisi lain, terdapat tempat duduk untuk Jaksa Penuntut Umum, Penasihat Hukum maupun terdakwa yang duduk dengan mengenakan perangkat serupa dengan Kepala Badiklat sehingga gerakan maupun ucapan yang dilakukan akan tampil sama dengan yang nampak di layar monitor.
Teknologi virtual reality (VR) yang biasanya digunakan main game online, menghadapi kendala akibat pandemi COVID-19, teknologi ini dapat digunakan untuk menjalankan proses simulasi persidangan pengadilan di Badiklat Kejaksaan RI guna mendukung upaya pemerintah dalam mencegah dan menanggulangi penyebaran dan penularan COVID-19 yang semakin masif.
Leonard mengatakan untuk mencegah penyebaran COVID-19, perangkat VR ini akan diterapkan dalam kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Jaksa (PPPJ) tahun 2021. Hal itu dapat mengurangi proses pendidikan yang mengharuskan tatap muka seperti mata pelajaran praktik persidangan.
Dimana selama ini, penyelenggaraan diklat untuk sementara dilaksanakan dengan sistem kombinasi antara virtual dan tatap muka secara terbatas.
“Dengan adanya perangkat dan teknologi virtual reality (VR) ini, simulasi persidangan dapat dilakukan secara virtual dan tidak lagi tatap muka,” ujarnya.
Sementara itu peserta diklat yang tidak terlibat langsung atau hanya sebagai penonton sidang tetap bisa mengakses persidangan melalui Android. Teknologi ini juga sangat memungkinkan untuk diterapkan dalam persidangan yang sebenarnya (dimana selama ini sudah dilaksanakan secara virtual namun dengan sistem video conference).
Leonard menyebut sistem ini juga dapat digunakan untuk memenuhi syarat hukum acara pemeriksaan persidangan. Ia mengungkap awalnya muncul ide ini karena adanya kendala dalam proses simulasi persidangan.
“Melalui VR, dibuat ruang persidangan di mana orang bisa bertemu dengan orang lain secara virtual. Ternyata penggunaan VR memenuhi syarat kediklatan, yaitu ilmu atau materi bisa disampaikan sempurna,” ujar Tony Spontana.
Perangkat simulasi persidangan ini akan dapat diterapkan di 33 Kejaksaan Tinggi (Kejati) di seluruh Indonesia, dimana akses internet yang relatif baik sehingga memungkinkan untuk diterapkan perangkat dan teknologi ini. Setiap Kejati akan memerlukan 10 perangkat VR, sementara di Badiklat Kejaksaan RI akan dipasang 20 perangkat beserta sistem manajemen pembelajaran.
“Dengan total biaya diperkirakan mencapai Rp 22 miliar sampai Rp 24 miliar,” ujarnya.