Penjualan Headset VR High-End Melambat, Akankah Turun Harga?

, , , , , , , , , , , , , , , , , ,

Di tahun-tahun awal kehadiran virtual reality, berbagai prediksi telah mewarnai industri teknologi baru ini. Beragam riset dilakukan dan inovasi pun dipamerkan guna menjadi karpet merah kedatangan mainstream VR. Hasrat untuk menyajikan pengalaman VR yang imersif membuat para produsen HMD mengesampingkan biaya produksi. Sepertinya ini menjadi salah satu boomerang di balik fenomena penjualan headset VR high-end yang kian melambat.

Beberapa developer dan publisher game VR sempat kecewa dengan profit yang mereka tuai. Salah satu contohnya adalah RocketWerkz. Sang CEO, Dean Hall mengaku game strategi VR mereka, “Out of Ammo” justru merugi. Game yang di bandrol $20 ini hanya menghasilkan 60% dari biaya pembuatan game yang menghabiskan sekitar $650,000. Kini mereka melanjutkan game tersebut kembali ke platform konvensional.

“The future of virtual reality is very bright, but in the short term it’s not where we see ourselves… The return on investment is not enough for us.” Ungkap Hall.

Tak hanya developer, sebagian investor pun harus kecewa dengan beberapa startup VR yang tak mampu bertahan. Diantaranya adalah Envelop VR yang mendapat investasi dari Voyager Capital sebesar $100,000 pada tahun 2015. Berselang satu tahunan, startup tersebut tutup walau kabarnya telah mendapat kucuran dana sebesar $5 juta. Nampaknya perjalanan untuk mewujudkan VR sebagai generasi komputasi masa depan tak semudah yang dibayangkan.

Sebuah perusahaan riset, SuperData mengumumkan penjualan headset VR high-end di tahun 2016 tidak sesuai dengan estimasi. Facebook dengan Oculus Rift, Sony dengan PlayStation VR, dan HTC Vive terjual sebanyak 1,4 juta unit. Padahal estimasi mereka untuk penjualan tahun lalu mencapai 3,7 juta unit terjual.

“All the enthusiasm from VR manufacturers and developers just hasn’t been met with the same volume from the consumer market,”  jelas Shauna Heller, founder Clay Park VR dan mantan developer-relations specialist Oculus.

Menurut head of marketing PlayStation, Eric Lempel, kendala menyebarkan VR adalah sulitnya mempromosikan dan menjelaskan teknologi ini. Pengalaman VR yang sangat imersif tidak bisa serta merta hanya dituangkan dalam sebuah video iklan biasa. Pengguna perlu mencoba sendiri headset VR dan kontennya.

Namun melihat larisnya penjualan headset VR dengan harga terjangkau untuk smartphone, strategi perangkat mobile perlu di contoh para produsen VR berbasis PC.Sebagai solusi, kini para pembuat HMD mulai mendemokan perangkatnya secara langsung di berbagai tempat umum. Mereka mencoba menghadirkan VR yang lebih user-friendly, bahkan mencoba “menghilangkan” PC sehingga perangkat dapat bekerja mandiri.

Facebook dan HTC melihat permasalahan ini juga terkait konten. Keduanya  kini giat mendukung para developers dengan kucuran dana yang tak sedikit. Beberapa software pun di bundling bersama dengan paket penjualan headset untuk memangkas harga yang perlu dibayarkan pengguna. Salah satunya adalah Job Simulator di HTC Vive yang kabarnya telah menuai keuntungan lebih dari $3 juta. Seperti yang selalu diungkapkan oleh Mark Zuckerberg, VR merupakan investasi jangka panjang.

Source